Minggu, 01 Juli 2012

Tergiur Keuntungan Teman, Terjuni Bisnis Tokek

Oleh Asep Abdullah & Agustinus Ariawan

4 Maret 2012

TOKEK (Gekko gecko) bisa dijual dengan harga fantastis karena konon berkhasiat. Padahal, reptil berkulit yang tertutupi sisik-sisik granular bercampur bintil-bintil dengan jari-jari kaki melebar itu membuat bentuk fisik ’’cecak besar’’ itu menjijikkan. Namun toh banyak orang rela memelihara binatang itu bertahun-tahun. Banyak pula orang mencari tokek dari satu wilayah ke wilayah lain. Maklum, harga seekor tokek berukuran dan berat spesial bisa berjuta-juta.

Itu pula yang mendorong Icuk S, misalnya, menekuni bisnis dan memelihara tokek. Warga Margerejo, Balapan, Surakarta, itu menuturkan ada tokek yang dijual ratusan juta rupiah. Sebagian besar peminat dari kota-kota besar, seperti Surabaya dan Jakarta. Bahkan ada pihak yang menghubungkan dengan calon pembeli dari Malaysia, China, dan Jepang.

“Namun itu tokek dengan ukuran dan berat spesial. Misalnya, seberat 3 ons, 4 ons, dan 5 ons. Berat segitu bisa mencapai ratusan juta rupiah per ekor. Soal khasiatnya, setahu saya selama ini untuk dunia kesehatan karena dianggap bermanfaat luar biasa,” katanya.

Dia sudah bertahun-tahun menggeluti bisnis itu. Dia juga menyatakan pernah memiliki tokek seharga ratusan juta. Karena supermahal untuk satu ekor, dia harus menakar sang pembeli secara jelas. Bisnis itu rawan penipuan karena banyak broker atau makelar tokek yang terlibat.

“Apalagi mencari tokek pun sulit. Tidak setiap saat ada. Bahkan harus kontak-kontak dengan teman lain di luar daerah. Intinya, bisnis itu nyata. Ngapain kalau tidak benar terus saya geluti.”

Totok Subianto, warga asli Boyolali, sudah setahun ini menggeluti bisnis pertokekan. Dia rela mencari tokek ke beberapa daerah di Jawa Timur. Dia memasuki bisnis itu karena rekannya pernah memperoleh keuntungan berupa mobil Avanza dari jerih payah mencarikan tokek.

Dia menuturkan belum lama ini mempunyai calon pembeli dari Negeri Ginseng. “Bisnis sehari-hari makelar tanah, tetapi tokek juga saya geluti. Dari informasi beberapa jaringan saya, harga tokek dengan ukuran dan berat spesial tak hanya ratusan juta. Bahkan bisa miliaran, misalnya, untuk tokek seberat 5 ons dengan panjang 20 cm serta bentuk tubuh proporsional.”

Penjual sekaligus pemelihara tokek ukuran kecil dan besar di Pasar Hewan Depok Surakarta, Joko Widodo, mengutarakan jenis tokek yang dibanderol dengan harga selangit itu adalah tokek pohon. Namun yang menjadi pertaruhan nilai jual adalah berat, panjang, dan bentuk proporsional. Selama ini dia hanya memiliki tokek ukuran standar. Misalnya, antara 1 ons dan 1,5 ons per ekor antara Rp 100.000 dan Rp 200.000. “Padahal, jika ukuran 3 ons saja bisa Rp 100 juta per ekor dan ukuran 4 ons menembus Rp 500 juta per ekor. Itu berarti memang berdasar ukuran dan berat. Namun, sekali lagi, mencarinya sulit,” tutur dia.


Kategori Jamu

Hanya beberapa kali dia mempunyai tokek dengan ukuran dan berat spesial karena harus memelihara bertahun-tahun. Tokek tidak hanya dibesarkan secara alami, tetapi membutuhkan makanan bergizi untuk pertumbuhan. Misalnya, jangkrik, anak tikus, dan multivitamin untuk menambah nafsu makan.
“Namun banyak yang masih memanfaatkan tokek kecil untuk jamu daripada besar tetapi sulit. Mencari pembeli pun tidak mudah, kecuali mempunyai jaringan. Kalau yang kecil-kecil biasanya dikeringkan. Entah untuk jamu apa, saya tak mengetahui. Namun terkadang ada yang membeli juga,” katanya.

Pemanfaatan tokek sebagai obat, menurut penilaian Kepala Bidang Upaya Kesehatan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surakarta, Setyowati, sesuatu yang wajar. Apalagi jika dikaitkan dengan kepercayaan turun-temurun yang dianut sebagian masyarakat bahwa hewan itu berkhasiat bagi kesehatan.

“Mungkin masyarakat percaya beberapa hewan, seperti tokek atau kadal, bisa menghilangkan penyakit tertentu. Lagi pula keyakinan itu kan tumbuh berdasar percobaan-percobaan yang mereka lakukan,” ujar dia.

Namun dari segi medis, perempuan berlatar belakang apoteker itu tak bisa menjamin bahwa mengonsumsi tokek aman bagi kesehatan. Sebab, hingga kini dia belum menemukan literatur atau penelitian ilmiah mengenai hal itu. “Apalagi wewenang Upaya Kesehatan belum menyentuh penggunaan bahan baku (termasuk tokek) dalam obat yang dikonsumsi masyarakat. Kami hanya bisa mengimbau agar masyarakat mengerti seberapa besar manfaat dan efek samping semua obat yang mereka konsumsi. Jangan sampai manfaatnya lebih kecil daripada efek sampingnya,” katanya.

Dia menuturkan selama ini tokek belum ter­klasifikasikan sebagai obat yang dikeluarkan pemerintah. “Yang ada kan hanya kategori jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jika obat herbal berstandar secara empirik sudah terbukti mengandung bahan berkhasiat dan telah teruji serta fitofarmaka sudah diuji klinis, tokek tetap tak bisa dikategorikan sebagai jamu. Meski dikonsumsi berdasar keyakinan turun-temurun, jamu lebih condong ke produk herbal. Padahal tokek tidak termasuk herbal.” (51)

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar