Minggu, 01 Juli 2012

Davied Hendra, Pengusaha Tokek Beromzet Miliaran Rupiah

F E A T U R E S

Jum'at, 11 Desember 2009, 04:34:00
USAHA - David Hendra bersama sekandang tokeknya (kiri), serta tokek dalam kandang.
Foto: Baskoro Septiadi/Radar Semarang/Internet. Montase: Arsito/JPNN.

Mungkin tak banyak yang menyangka bahwa tokek ternyata bernilai jual tinggi. Bahkan, hewan yang sefamili dengan cicak itu, telah menjadi komoditas ekspor yang sangat menjanjikan, karena omzetnya bisa mencapai miliaran rupiah.

Laporan BASKORO SEPTIADI, Semarang

Tak percaya? Bertanyalah kepada David Hendra. Pria 52 tahun itu adalah salah seorang warga Semarang yang menekuni bisnis tokek.

"Sekali transaksi, saya bisa mengantongi uang ratusan juta rupiah. Bahkan hingga miliaran rupiah," ungkap pria kelahiran Probolinggo, 24 November 1957 tersebut, ketika ditemui Radar Semarang di kediamannya, Jl Puspowarno Tengah, Semarang Barat, Kamis (10/12).

Hendra menjelaskan, tokek yang bernilai jual tinggi itu memang bukan sembarang tokek. Beratnya per ekor harus lebih dari 3,5 ons. "Umumnya berat tokek di bawah 2 ons. Itu tak laku dijual. Kalaupun dijual, paling hanya laku Rp 2 ribu-3 ribu per ekor buat obat," jelasnya.

Dia menambahkan, tokek sendiri bisa dibagi menjadi tiga jenis: tokek hutan, tokek batu dan tokek rumah. Masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan. Namun, di antara ketiga jenis tokek itu, tokek rumah-lah katanya yang paling mahal.

Untuk tokek rumah seberat 5-5,9 ons, harganya bisa mencapai Rp 250 juta per ons, sehingga per ekornya bisa laku sampai Rp 1 miliar. "Bahkan, tokek dengan berat lebih dari 5,9 ons dihargai Rp 500 juta per ons," tuturnya.

Hendra yang baru setahun menekuni bisnis tokek itu, menyatakan baru saja melakukan transaksi tokek rumah seberat 7 ons. Untuk transaksi itu, si mediator (penghubung, Red) meminta bayaran Rp 500 juta. "Anda percaya atau tidak, tapi ini benar-benar terjadi," tegasnya meyakinkan.

Untuk jenis tokek lain, lanjut Hendra, harganya memang tak setinggi tokek rumah. Tokek batu misalnya, harganya hanya Rp 5 juta per kg dan harga tokek campuran cuma seperempat harga tokek rumah. "Tokek batu itu besar-besar. Seekor bisa lebih dari 1 kg," ujarnya.

Karena harganya yang sangat menggiurkan, wajar saja bisnis tersebut sekarang menjadi santapan empuk para tukang tipu. Modus penipuannya bisa dilakukan dengan pemberian obat, makanan, atau alat pemberat lain yang mampu meningkatkan berat badan tokek. "Pernah ada yang memasukkan gotri (peluru) di tubuh tokek biar beratnya tambah," ceritanya.

Namun, pengusaha multi-talenta tersebut memiliki cara sendiri untuk mengantisipasi penipuan dalam bisnisnya itu. Suami Tabita Sriwatiningsih tersebut menyatakan telah memiliki jaringan perdagangan tokek yang kuat. Mayoritas pembeli yang dilayaninya adalah konsumen di luar negeri.

Sementara untuk jaringan ke bawah, mulai dari para penjual dan pengumpul, Hendra menggunakan cara tersendiri guna mencegah penipuan. Yakni, penjualannya melalui foto, serta pembayaran melalui beberapa tahap. "Usaha dengan omzet miliaran seperti ini rawan penipuan. Kalau tidak cermat, akan mudah ditipu makelar. Karena itu, saya punya cara sendiri untuk mengatasi penipuan," ujarnya.

Dia menjelaskan, sistem penjualan tokek dipasarkan melalui foto tertutup. Tokek tidak diperlihatkan secara utuh. Namun, tokek difoto di atas timbangan digital, yang di sampingnya diletakkan koran untuk mengetahui tanggal berapa tokek tersebut difoto.

Foto tersebut kemudian dipasarkan melalui internet atau dikirim dalam bentuk print out. Orang yang hendak membeli tokek harus lebih dulu menyatakan sanggup bertransaksi dengan mentransfer sejumlah uang. "Selanjutnya, saat terjadi transaksi langsung, barulah dibayar lunas," jelasnya.

Untuk pembelian dari pengumpul atau pemilik, Hendra menggunakan tiga tahap pembayaran untuk menghindarkan penipuan. Pertama, pernyataan kesanggupan dengan membayar sejumlah tertentu. Lalu, selama beberapa hari, dia mengamati kondisi kesehatan tokek. Jika tokek tetap sehat, dirinya baru membayar uang muka. Baru setelah beberapa minggu dipastikan tokek dalam keadaan aman dan sehat, dia membayar lunas harga yang disepakati.

"Tentunya, kita harus lebih cerdas dari para penipu. Saya sudah punya pengalaman ditipu orang. Itu menjadi pengalaman paling berharga," kata pria yang sehari-hari mengendarai Honda Jazz merah tersebut.

Hendra menambahkan, mayoritas tokek itu dijual ke luar negeri. Namun, dengan alasan bisnis, dia enggan menyebutkan negara-negara pengimpor tokek asal Indonesia itu. "Ya, pokoknya dibeli orang luar sana, Mas," tegas bapak empat anak itu.

Di luar negeri, tokek yang beratnya lebih dari 3,5 ons tersebut digunakan untuk bahan penelitian. Termasuk untuk menciptakan obat-obatan, pembuatan senjata biologi, serta kepentingan teknologi biologis lainnya. "Tokek untuk pengembangan teknologi ke depan tidak akan surut. Justru permintaan akan semakin tinggi," ujarnya optimistis.

Untuk mengembangkan bisnis tersebut, selain di Semarang, kini Hendra telah mampu membuka lima kantor pemasaran. Masing-masing yakni di Bekasi, Bandung, Surabaya, Denpasar dan Jakarta. Kantor cabang tersebut, selain untuk bisnis tokek, juga dimanfaatkan Hendra untuk bisnis lain yang telah ditekuninya lebih dulu, yaitu kursus bahasa, pembuatan website, serta bisnis handphone dan komputer. (abaz/aro/jpnn/kum)

Sumber:

Giant Gecko Berarti Tokek Raksasa

16 March 2010 | 20:09
Davied Hendra, Miliuner Pengusaha Tokek

Ketika saya mengadakan Pelatihan Budidaya Pembesaran Tokek dalam Waktu 6 Bulan Bisa Jadi 4 Ons, banyak yang percaya dan mengikuti pelatihan yang saya adakan di 5 kota: Semarang, Surabaya, Denpasar, Bandung dan Bekasi. Namun ada juga yang tidak percaya bahkan ada beberapa orang bernada mencibir dan mengatakan mustahil tokek bisa mencapai 4 ons. Ya, ya, saya maklum, ini alam demokrasi tapi yang patut disayangkan kadang seseorang tanpa berpikir sejenak, merenungkan dulu, berpikir rasional, dan berpikir bahwa di dunia ini tidak ada yang tidak bisa dan di dunia ini usdah biasa yang langka, yang aneh, yang ganjil terjadi di seantero dunia ini.

Persoalan sebenarnya remeh saja, adakah atau bisakah tokek mencapai berat 4 ons atau 5 ons atau bahkan sampai 1 kg. Sebenarnya jawabannya sederhana juga, bisa saja, itu kan soal berat saja, itu kan soal gemuk saja atau soal bertambah berat. Nah, dari sini saja banyak orang yang salah dalam pemikirannya, dikira tokek berat 4 ons itu sebesar betis orang dewasa, panjang sekali hampir 1 meter. Padahal yang dimaksud tokek berat 4 ons atau 5 ons itu hanya soal penambahan berat, hanya soal gendut atau gembrot atau gemuk saja. Kenapa kok, dibilang mustahi atau tidak mungkin ada.

Bukankah kita juga bisa melihat ada orang gemuk, orang dengan berat 1 kuintal. Kita juga bisa melihat ada budidaya penggemukan sapi, penggemukan ayam, dan lain-lain. Lha, kalau sekarang saya mengadakan penggemukan tokek, apakah itu tidak mungkin?

Kenapa harus pakai ada pelatihan segala, kan hanya soal tokek? Nah, ini masalahnya saya usdah pergi ke banyak daerah atau kota atau desa dan banyak orang atau kelompok yang memelihara tokek dan ternyata bukannya tambah gemuk tapi setelah dipelihara bertahun-tahun dan tidak sedikit dana untuk membeli pakan. Bayangkan kalau 1 hari beli jangkrik Rp50 ribu maka 1 bulan Rp1,5 jt maka 1 tahun Rp18 juta dan kalau 4 tahun maka jadi Rp72 juta biaya pakan saja lalu tokek ditimbang hanya berat 2 ons kurang sedikit. Langsung pingsan yang memelihara.

Dari kenyataan itulah penulis ingin berbagi ilmu dan memberi paparan yang sudah teruji dan bukan perkiraan tapi target dan setiap yang kita paparkan memang realistis. Berpedoman pada kehidupan nyata dari sang maha kuasa yang memberi kedudukan manusia itu lebih tinggi derajatnya dari binatang, dan kita bisa menguasai dan memang berkuasa atas binatang termasuk tokek, jadi jangan sampai kita dibodohin oleh tokek yang embahnya atau saudara nya kadal, dan biasanya diistilahkan dikadalin.

Saatnya budidaya tokek tapi kita tidak boleh menuruti kemauan tokek, dan kita malah menjadi budak tokek dengan setia memberi makan siang dan malam tapi kita dikejutkan dengan hasilnya ternyata tokek tidak menjadi gemuk.

Belajar dari cara menggemukkan sapi, tidaklah sapi itu dibiarkan semaunya tapi memang ada aturan dan ada kandang yang khusus ciptaan manusia. Demikian juga dengan tokek, jangan menjadikan seperti di alam lagi. Tapi dari cara bikin kandang yang betul-betul penuh pemikiran dan pemahaman, memberi pakan yang betul dijaga kandungan vitamin dan unsur yang membuat tokek bisa cepat gemuk dan mempengaruhi penambahan berat tokek.

Semoga bermanfaat!

Davied Hendra, Miliuner Pengusaha Tokek, Website http://www.pasartokek.com

Sumber:

Ekspor Tokek, Mau?

Jumat, 30 Oktober 2009 | 08:13 WIB



PROBOLINGGO, KOMPAS.com - Peluang ekspor tokek kering masih terbuka lebar bagi pengusaha di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Namun, pengusaha daerah itu hanya mampu mengirim rata-rata 100.000 ekor per tahun dari permintaan 1 juta ekor dari importir asal China.

Budidaya tokek dikembangkan di Kecamatan Tegalsiwalan, Probolinggo. Seorang pengusaha bersama 10 peternak plasma mengembangkan budidaya tokek dengan melibatkan sekitar 100 warga.

Tokek kering diekspor ke China untuk bahan baku obat-obatan dengan harga Rp 40.000 per kilogram. Adapun tokek hidup dipasarkan di pasar domestik, juga untuk bahan obat-obatan, terutama obat kulit, seharga Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per ekor.

”Tahun ini, kami baru bisa mengekspor 100.000 tokek kering. Padahal, importir sanggup menampung 1 juta ekor per tahun,” kata Didik Prabudi (44), pengusaha tokek kering, Kamis (29/10) di Probolinggo.

Menurut Didik, selama ini importir menutupi kekurangan pasokan dari Indonesia dengan mengimpor tokek dari Thailand, Kamboja, dan Vietnam. ”Importir sebenarnya lebih memilih tokek kering dari Indonesia karena harganya lebih murah,” katanya.

Ia menambahkan, guna mengembangkan produksi, peternak plasma perlu diperbanyak. Persoalannya, mayoritas warga di Tegalsiwalan tak punya modal untuk memulai usaha itu karena mereka petani tegalan yang berpenghasilan minim.

”Sebenarnya banyak yang tertarik karena budidaya tokek ini bisa meningkatkan ekonomi warga. Mereka selama ini selalu menganggur sepanjang musim kemarau karena tanah kering kerontang tak bisa digarap,” kata Sumarto (35), peternak plasma, yang bisa meraup omzet rata-rata Rp 2 juta per bulan.


Lebih bagus

Didik menyebutkan, kualitas tokek kering dari Thailand lebih bagus daripada tokek asal Indonesia. Peternak Thailand sudah mengembangkan secara modern, sedangkan di Indonesia lebih banyak secara otodidak. Literatur budidaya dan pengolahan tokek pun masih sulit ditemukan.

Pengendali Ekosistem Hutan Seksi Konservasi Wilayah VI Probolinggo, Mohamad Syamsuddin, menjelaskan, tokek tergolong satwa liar tak dilindungi. Peredaran tokek untuk kepentingan komersial bisa dilakukan, tetapi dibatasi sistem kuota yang dikeluarkan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Departemen Kehutanan.

Untuk peredaran tokek yang bahan bakunya berasal dari hasil tangkapan di alam, kuota ditetapkan berdasarkan keseimbangan populasi yang tersedia di alam. Adapun untuk peredaran tokek yang dihasilkan dari penangkaran, kuota ditetapkan berdasarkan kapasitas produksi masing-masing pengusaha. ”Jika pengusaha menambah kapasitas produksi, kuota akan disesuaikan,” kata Syamsuddin.

Tahun ini, kuota tokek hasil tangkapan di alam secara nasional 50.000 ekor. Kuota terbesar di Nusa Tenggara Barat 10.000 ekor. Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat masing-masing 6.000 ekor. Sisanya dibagi untuk beberapa daerah. (las)

Sumber:

Mereka Menanti Pembeli Tokek Itu Datang

Minggu, 11 Oktober 2009 | 11:14 WIB

BA'A, KOMPAS.com — Warga Desa Daleholu, Kecamatan Rote Selatan (Rosel), Kabupaten Rote Ndao, ramai-ramai berburu tokek di pohon-pohon karena tersiar kabar harga tokek Rp 30 juta dengan ukuran berat tiga ons.

Di Desa Daleholu, beberapa anak sekolah masuk ke luar hutan untuk mencari tokek di pohon-pohon. Seorang pria dewasa pun terlihat sibuk mencari tokek di sekitar hutan Fafalu.

Seorang anak ketika ditanya mengaku berburu tokek karena didatangi beberapa orang yang mengaku mencari tokek besar seberat tiga ons dengan harga Rp 15 juta per ekor "Ada orang Jawa yang datang mencari tokek yang beratnya tiga ons ke tempat ini. Dia mengaku mau beli tokek dengan harga Rp 10 juta hingga Rp 30 juta sehingga kami ramai-ramai mencari tokek," kata Yusak Malelak.

Yusak mengatakan, ia dan teman-temannya serta sejumlah pemuda dan orang dewasa saat ini berburu tokek karena tergiur dengan informasi harga tokek yang mahal. Ia lalu bersama teman-teman berburu tokek di pohon-pohon yang ada di hutan, gua, dan di gedung-gedung. Rata-rata hasil tangkapan mereka bisa mencapai tiga sampai empat ekor per hari.

"Satu hari kita bisa tangkap 3-4 ekor tokek besar. Tapi kami tidak tahu apakah beratnya mencapai 3 ons atau belum. Kami sudah tangkap cukup banyak tokek. Namun, belum satu ekor pun yang terjual. Kami harap pembelinya cepat datang," kata Yusak diamini teman-temannya.

Seorang pemuda lainnya yang ditemui di desa itu mengaku sudah menangkap 10 tokek. Tokek itu dipelihara sementara di rumah dan diberi makan pisang.

"Kami coba mengikuti informasi tentang harga tokek. Siapa tahu pembelinya benar datang membeli tokek yang kami tangkap. Kalau tidak ada yang membeli, tentu kami akan lepas kembali. Hanya harap Mas (sebutan pria) Jawa itu benar-benar datang lagi untuk membeli," kata pemuda yang mengaku malu namanya dikorankan. (mar)

Sumber:

Wirausaha -- Berhaji dengan Ikan dan Tokek

14 Desember 2009

SUTARJO kini punya pekerjaan sambilan yang memberikan penghasilan jauh lebih besar ketimbang usaha utamanya. Semula ia membuka warung ikan bakar. Hasilnya lumayan. Tapi belakangan bisnis jual-beli tokek lebih menyita waktunya. Maklumlah, duit yang bisa diraupnya memang jauh lebih menjanjikan. Seekor tokek berukuran 3 ons bisa dijual sampai Rp 30 juta.

Sudah setahun ini, Sutarjo menggeluti bisnis reptil yang punya nama ilmiah Gekko gecko itu, dari membeli bakalan, melakukan pembibitan, sampai menjualnya. "Awalnya iseng. Setelah tahu hasilnya besar, saya coba agak serius," kata pria asal Pacitan yang akrab disapa Tarjo ini.

Bisnis ini bermula pada pengujung 2008. Saat itu Tarjo ditemui seorang rekannya yang mencari tokek sepanjang 30 sentimeter. Bobotnya harus 3-5 ons. Dahsyat, si kawan berani membayar dengan harga Rp 10-50 juta per ekor. Saat itu, ia belum paham kenapa harganya begitu mahal. "Awalnya saya bertanya-tanya, tapi saya usahakan juga karena saat itu ada waktu luang," ujarnya.

Melalui saudaranya di kampung, Tarjo pun berhasil memperoleh 12 ekor tokek dengan bobot 0,5-1 ons. Setelah dipelihara selama tiga bulan, bobot tokek-tokek itu bertambah hingga 3 ons. "Setelah saya tawarkan, eh, dibayar Rp 5 juta seekor," katanya.

Dari situ Tarjo yakin, si tokek bakal mendatangkan rezeki. Secara bertahap, ia mengorder tokek bakalan dari Pacitan, Wonogiri, Solo, dan Cirebon untuk dibiakkan. Di kota-kota itu, tokek ditangkap dari perumahan hingga alam liar. Salah satu medan perburuan favorit ialah Alas Jebulan, Watugaleng, Pacitan.

Menurut Gino, mitra Tarjo yang biasa berburu di hutan itu, tokek diambil dari pepohonan atau tebing kecil. "Kami biasa menggunakan tangga untuk memanjat," ujarnya. Cara menangkapnya pun tak sembarang. Sarana pelindung tubuh harus lengkap. Memakai topi plus sarung tangan. Jika tidak, salah-salah tangan bisa tergigit dan akibatnya cukup fatal.

"Ada racunnya. Selain itu, susah dilepas, harus dicungkil pisau," tutur Gino.

Tokek-tokek hasil perburuan itu kemudian dikemas dalam kotak kayu dan dikirimkan kepada Tarjo. Untuk seekor tokek seberat setengah ons, Gino dibayar Rp 20 ribu. "Jika sudah besar dan terjual mahal, ada bonus," katanya sembari terkekeh.

Sampai di tangan Tarjo, tokek-tokek kecil yang akan dibiakkan disimpan terpisah. Agar tumbuh baik, hewan itu diberi pakan serangga dan potongan daging ikan. Setelah dipelihara selama setahun lebih, bobotnya pun melar hingga lebih dari 3 ons. Selain merawatnya mudah, hewan ini relatif tahan penyakit.

Saat ini, Tarjo memiliki kurang-lebih 800 ekor tokek, dan 200 di antaranya siap jual. Reptil-reptil itu ditempatkan di tujuh kandang khusus dari kayu yang diletakkan di dak lantai tiga rumahnya, di bilangan Ciledug, Tangerang. Order pun terus mengalir. Setiap hari tak kurang dari 10 orang mengontak Tarjo. Namun tak semua dilayani. "Saya harus memilih yang benar-benar serius agar hasilnya maksimal," ujarnya.

Tarjo mengaku saat ini ia tengah menjalin bisnis dengan pengusaha asal Belanda, Korea, dan Jepang yang meminta pasokan tokek berbobot 3-5 ons. Orang-orang asing itu mengaku membutuhkan tokek untuk bahan baku obat berbagai penyakit, seperti kanker, stroke, sakit gula, penyakit kulit, hingga AIDS. "Itu kata mereka, saya sendiri enggak tahu pasti khasiatnya," ujar bekas buruh bangunan ini.

Dalam beberapa kali pengiriman ke kolega asingnya itu, tokek-tokek tersebut ada yang dihargai sampai Rp 30 juta. Tapi pria 41 tahun ini enggan menyebut nilai penjualannya. Yang pasti, untungnya gede. Dengan biaya pemeliharaan yang relatif murah, Rp 1-3 juta untuk keseluruhan tokek selama kurang-lebih delapan bulan, paling tidak ia bisa menjual Rp 5 juta seekor.

Hasilnya pun kentara. Dari bisnis ikan bakar dan tokek, Tarjo bisa membangun rumah bertingkat yang lumayan megah. Tak lupa, ia pun bisa menunaikan ibadah haji. Bahkan salah satu tetangganya mengatakan Tarjo bisa membangun masjid besar di dekat rumahnya. "Amin," kata Tarjo saat dimintai konfirmasi mengenai hal itu.

Dalam setahun terakhir, tokek-tekek dalam bahasa Jawa-memang telah menjelma menjadi bisnis yang menjanjikan. Keuntungannya bisa jutaan rupiah. Tak hanya jual-beli langsung, bisnis ini juga ramai di dunia maya. Ketik saja "tokek" di mesin pencari, ribuan entri akan muncul. Hanya, masih belum terbukti, apakah bisnis ini akan bertahan lama atau sekadar euforia sesaat.

Fery Firmansyah

Sumber:

Gara-gara Tokek, Uang Perusahaan Rp 121 Juta Raib

Tokek Seberat 64 Kg Akhirnya Terjual Rp 179 Miliar


Tribunnews.com - Kamis, 6 Mei 2010 23:07 WIB

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Noe
Tokek raksasa seberat 64 kg ini akhirnya terjual dengan harga Rp 179,2 miliar. 
Pembeli adalah orang Indonesia yang kemudian Tokek tersebut dibawa ke China. (sumber Tribun Kaltim)


TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Luar biasa! Seekor Tokek raksasa seberat 64 kilogram yang ditemukan di perbatasan Nunukan-Malaysia di Kalakbakan, akhirnya terjual dengan harga 64 juta ringgit Malaysia atau setara Rp 179,2 miliar (kurs Rp 2.800).

"Tokeknya sudah dijual dengan harga RM 1 juta per kilogramnya," kata Arbin pria yang sempat mengabadikan gambar tokek tersebut, saat dihubungi melalui telepon selulernya di Malaysia.

Sejak Tribun memberitakan penemuan tokek seberat 64 kilogram tersebut, telepon di kantor redaksi maupun ponsel wartawan Tribun secara bergantian dihubungi para pengusaha yang mengaku ingin membeli tokek tersebut.

Karena itulah, wartawan Tribun di Nunukan menghubungi Arbin yang berada di Tawau, Malaysia untuk melihat kembali tokek yang berada di Kalakbakan itu.

Setelah dicek lagi ternyata sudah dibeli oleh orang Indonesia.

"Tokeknya dibeli orang Indonesia kemudian dibawa keluar negeri, kalau tidak salah ke Cina," kata Arbin. Walau sudah terjual, masih banyak penelepon yang mengejar pembeli Tokek tersebut untuk dibeli lagi dengan harga yang lebih mahal.

Tidak banyak informasi yang didapatkan Arbin mengenai transaksi tersebut, sebab sang pemilik tokek juga sudah berangkat ke Kuala Lumpur.

"Saya sudah mencoba mencari informasi siapa yang membeli, namun tidak ada yang tahu. Orang-orang sana cuma menyebutkan ada orang dari Indonesia yang membeli," ujarnya.(*)

Sumber:
http://www.tribunnews.com/2010/05/06/tokek-raksasa-itu-akhirnya-terjual-rp-179-miliar